PENDAHULUAN
Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang
dimaksud pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Mengingat definisi pangan mempunyai cakupan yang luas, maka upaya untuk
mencegah pangan dari kemungkinan tercemar baik dari cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI tahun 1996), merupakan
suatu keharusan. Sebagai salah satu pelaksanaan kegiatan rutin pengawasan paska
pemasaran (post marketing control) obat dan makanan dan dalam rangka
menjamin mutu dan keamanan pangan yang beredar di Indonesia, Laboratorium PPOMN
(Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional) Badan POM dan Balai Besar POM atau
Balai POM telah melaksanakan pengujian mikrobiologi pangan secara rutin.
PENYAKIT AKIBAT PANGAN
Selain harus bergizi dan menarik, pangan
juga harus bebas dari bahan-bahan berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia,
mikroba dan bahan lainnya. Mikroba dapat mencemari pangan melalui air, debu,
udara, tanah, alat-alat pengolah (selama proses produksi atau penyiapan) juga
sekresi dari usus manusia atau hewan. Penyakit akibat pangan (food borne
diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi pangan, umumnya disebut
dengan keracunan. Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh
bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama
penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia.
Selain itu, ada juga makanan yang secara alami sudah bersifat racun seperti
beberapa jamur/tumbuhan dan hewan. Umumnya bakteri yang terkait dengan
keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus,
Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae.
Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter
sakazaki.
Keracunan pangan oleh bakteri dapat
berupa intoksifikasi atau infeksi. Intoksifikasi disebabkan oleh adanya toksin
bakteri yang terbentuk didalam makanan pada saat bakteri
bermultiplikasi, sedangkan keracunan pangan berupa infeksi, disebabkan oleh masuknya bakteri ke
dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan tubuh memberikan reaksi
terhadap bakteri tersebut. Ada dua jenis intoksifikasi makanan yang disebabkan
oleh bakteri yaitu botulism, karena
adanya toksin dalam makanan yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum
dan intoksifikasi lain yaitu stafilokokkal,
yang disebabkan oleh enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Sedangkan
keracunan pangan oleh bakteri yang merupakan infeksi, dikelompokkan menjadi dua.
Kelompok pertama berasal dari makanan yang berfungsi sebagai pembawa bakteri, misalnya disentri demam
tifoid, kolera, brusellosis dan lain-lain.
Kelompok kedua berasal dari makanan yang
berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, sehingga bakteri dapat berkembang
biak, diantaranya bakteri Salmonella, Clostridium perfringens, Bacillus
cereus, dan Escherichia coli enteropatogenik.
Untuk mengetahui bahwa pangan sudah tercemar, dapat dilihat secara fisik dari
tekstur makanan tersebut. Namun banyak makanan terutama yang sudah melewati
suatu proses pengolahan, tetap mempunyai tekstur yang masih baik tetapi mengandung
suatu cemaran seperti bakteri patogen, yang disebabkan oleh penanganan yang
tidak memadai.
MIKROBA PENYEBAB KERUSAKAN & KERACUNAN MAKANAN
Jenis mikroba yang terdapat dalam
makanan meliputi bakteri, kapang / jamur dan ragi serta virus yang dapat
menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, ekstur,
rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas
mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun atas pertumbuhannya (psikrofilik,
mesofilik, halofilik, dsb)
Banyak factor yang mempengaruhi
jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat
makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana
makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan.
Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan
perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Bahkan
bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. Dalam
pengujian cemaran mikroba digunakan mikroba indikator, karena selain mudah
dideteksi juga dapat memberikan gambaran tentang kondisi higienis dari produk
yang diuji. Bersamaan
dengan mikroba indikator
dilakukan juga pengujian
terhadap bakteri
patogen.
Mikroba indicator
Mikroba indikator adalah golongan atau spesies
bakteri yang
kehadirannya dalam makanan
dalam jumlah diatas batas
(limit) tertentu, merupakan pertanda bahwa makanan telah terpapar dengan
kondisi-kondisi y
a n g m e m u n g k i n k a n berkembang
biaknya mikrobapatogen. Mikroba indicator digunakan untuk menilai keamanan dan mutu
mikrobiologi makanan.
Jumlah bakteri
aerob mesofil, bakteri
anaerob mesofil dan bakteri psikrofil dapat merupakan indikator bagi status/ mutu
mikrobiologi makanan. Jumlah yang tinggi dari
bakteribakteri tersebut seringkali sebagai
petunjuk bahan baku yang tercemar, sanitasi yang tidak memadai,
kondisi (waktu dan atau suhu) yang tidak terkontrol selama
proses produksi atau selama penyimpanan ataupun kombinasi
dari berbagai kondisi tersebut.
Bakteri aerob mesofil dianggap sebagai mikroba
indikator, meskipun
sebenarnya kurang akurat
dibandingkan dengan indikator
lainnya. Bakteri anaerob mesofil
merupakan indikator dari kondisi
yang dapat menyebabkan adanya
pertumbuhan mikroba anaerob
penyebab keracunan makanan
seperti C. perfringens dan
C.botulinum.
Golongan
bakteri coliform, Coliform
fekal, Escherichia coli dan Enterobacter sakazakii merupakan
bakteri bentuk batang, bersifat aerob dan anaerob
fakultatif.
Golongan coliform mempunyai spesies dengan habitat
dalam saluran
pencernaan dan nonsaluran pencernaan
seperti tanah dan
air. Yang termasuk golongan coliform
adalah Escherichia coli, dan spesies dari Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella dan Serratia. Bakteri selain dari E.coli dapat hidup dalam tanah atau air
lebih lama daripada
E.coli, karena itu adanya bakteri coliform
dalam makanan
tidak selalu menunjukkan
telah terjadi kontaminasi
yang berasal dari feses.
Keberadaannya lebih merupakan
indikasi dari kondisi prosessing
atau sanitasi yang t
i d a k m e m a d a i d a n keberadannya
dalam jumlah tinggi
dalam makanan olahan m
e n u n j u k k a n a d a n y a kemungkinan
pertumbuhan dari Salmonella,
Shigella dan Staphylococcus. Escherichia coli dan Coliform fekal, biasanya E.coli, merupakan
indikator dari kontaminan
dengan sumber/ bahan
fekal. Habitat alami dari E . c o l i adalah
saluran pencernaan
bawah hewan dan manusia.
Sedangkan Coliform fekal
merupakan metode
pemeriksaan
untuk menunjukkan adanya
E.coli atau spesies yang sangat dekat dengan E.coli secara cepat tanpa
harus mengisolasi
biakan dan melakukan
test IMVIC. Sebagian besar terdiri dari E.coli tipe I dan tipe II yang merupakan
petunjuk penting
dari kontaminan asal dari
bahan fekal. E.coli dan coliform,
yang t
e r m a s u k g o l o n g a n Enterobacteriaceae adalah Salmonella, Shigella dan Enterobacter sakazaki selain golongan Enterococci yaitu Streptococcus faecalis dan S.faecium merupakan flora normal dari saluran
pencernaan manusia
dan hewan. Golongan ini
tidak banyak digunakan sebagai
indikator kontaminasi fekal
tetapi lebih dikaitkan dengan
sanitasi produksi yang buruk
oleh karena daya tahan yang
tinggi dari mikroba terhadap kekeringan,
suhu tinggi dan pendinginan
serta pengaruh detergen
atau disinfektan.
Dengan sifat yang tahan terhadap pendinginan
maka bakteri
ini dapat digunakan sebagai
indikator untuk makanan beku
dan makanan yang sudah dipanaskan. Staphylococci terutama Staphylococcus aureus keberadaannya dalam
makanan bisa
bersumber dari kulit, mulut atau
rongga hidung pengolah pangan.
Bila ditemukan dalam jumlah
tinggi merupakan indikator
dari kondisi sanitasi yang
tidak memadai. Mikroba pathogen Meliputi bakteri,
jamur/kapang dan
ragi/yeast, bakteri pathogen termasuk
jenis penyebab
toksiinfeksi makanan
diantaranya Salmonella,
Shigella, Brucella. Umumnya
ada beberapa jenis golongan
bakteri terpenting yang dapat
menyebabkan kerusakan makanan
dan keracunan yaitu Acetobacter,
Achromobacter, A
l c a l i g e n e s , B a c i l l u s , Bacteroides,
Clostridium, Corynebacterium,
Enterococci, E
n t e r o b a c t e r, E r w i n i a , Escherichia, Flavobacterium, K u r t h i a , L a c t
o b a c i l l u s , Leuconostoc,
Micrococcus, Paracolobactrum,
Proteus, Pseudomonas,
Salmonella, Sarcina,
Serratia, Shigella, St
a p h y l o c o c c u s d a n Streptomyces.
METODOLOGI
Dalam
rangka pengawasan mutu secara
mikrobiologis, dilakukan pengujian
laboratorium untuk mengisolasi
dan mengidentifikasi cemaran
bakteri patogen yang mungkin
ada dan untuk beberapa jenis
mikroba dapat pula dilakukan
penghitungan jumlah koloni
yang disebut juga dengan enumerasi.
Sampel Jumlah sampel yang
diuji harus cukup representatif, mewakili lot yang
akan diperiksa.
Kadangkadang pengambilan sampel untuk
pengujian bakteri pathogen harus lebih ketat
dimana menurut ICMSF (The International Commission
on Microbiological Specification for Foods) dan Harrigan,
replikasi uji (n) dilakukan
sesuai dengan jumlah yang representatif, tergantung pada
jenis mikroba dan produk (mis: untuk
identifikasi Salmonella dalam dried milk,
absent in 25 g, n=10, c=0 dan S.aureus ( per gram)
m=10, M=100, n=5, c=2) Sampel
makanan yang diterima harus segera diuji
begitu tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan
dan mudah rusak harus dianalisa paling lambat 36 jam
sesudah pengambilan sampel.
Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai tiba waktunya untuk
diuji, tetapi bila sampel diterima dalam keadaan
dingin, jangan disimpan didalam freezer.
Beberapa bakteri seperti vibrio banyak yang
akan mati pada suhu sangat rendah (pembekuan). Untuk sampel yang tidak
mudah rusak seperti makanan kaleng , dapat
disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, sampel tidak boleh disimpan terlalu lama karena ada mikroba yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang
akan dikirim ke
laboratorium harus diupayakan tidak
tercemar dengan bahan atau mikroba lain terhadap
sampel. Selama dalam pengiriman ke laboratorium
maka sifat sampel harus dijamin tidak mengalami
perubahan sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim
ke laboratorium. Bila sampel berada dalam keadaan
beku, harus terlebih dahulu dilelehkan dan pelelehan sedapat
mungkin dilemari pendingin atau pada suhu kurang dari
450C selama paling lama 15 menit. Bila menggunakan suhu tinggi
sebaiknya sampel diaduk secara teratur. Untuk sampel beku
yang mudah meleleh seperti es krim, maka dapat diuji
tanpa dilelehkan terlebih dahulu. Untuk sampel
padat seperti daging mentah, harus terlebih dahulu d i
c i n c a n g s e b e l u m
dihomogenkan. Bila hanya ada satu sampel ditujukan
untuk berbagai pengujian, maka sampel untuk uji
mikrobiologi dicuplik terlebih dahulu sebelum pengujian
lainnya dilakukan. Khusus untuk pengujian C.botulinum
dilarang untuk mencicipi
ketika akan membuat pemerian sampel, maka pada catatan
data sampel tidak
dicantumkan pemerian dari rasa.
Metode Pengujian sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan makanan yang Badan POM
Edisi Maret 2008 sudah ditetapkan. Parameter
uji mikrobiologi pada makanan yang dipersyaratkan secara umum terdiri
dari :
1. Uji Angka Lempeng Total
2. Uji Angka Kapang khamir
3. Uji Angka Bakteri termofilik
4. Uji Angka Bakteri pembentuk spora
5. Uji Angka bakteri an-aerob
6. Uji Angka Staphylococcus aureus
7. Uji Angka Clostridium perfringens
8. Uji Angka Enterococcus
9. Uji Angka Bacillus cereus
10. Uji Angka Enterobacteriaceae
11. Uji MPN Coliform
12. Uji MPN Fekal Coliform
13. Uji MPN Escherichia coli
14. Uji Angka Escherichia coli
15. Identifikasi Escherichia coli
16. Identifikasi Staphylococcus aureus
17. Identifikasi Salmonella
18. Identifikasi Shigella
19. Identifikasi Bacillus cereus
20. Identifikasi Streptococcus faecalis
21. Identifikasi Vibrio cholerae
22. Identifikasi Vibrio parahaemolyticus
23. Identifikasi Clostridium perfringens
24. Identifikasi Listeria monocytogenes
25. Identifikasi Campylobacter jejuni
Ada beberapa parameter yang tidak
termasuk dalam persyaratan diatas, seperti
identifikasi Pseudomonas aeruginosa dalam air
minum tetapi sering juga menjadi syarat tambahan yang diinginkan oleh produsen air minum untuk diuji. Begitu pula pengujian khusus Clostridium botulinum untuk makanan kaleng. Pengujian mikrobiologi untuk makanan tidak dilakukan untuk semua parameter uji diatas tetapi akan mengacu pada
persyaratan
dari tiap produk tersebut misalnya persyaratan Naget ayam ( SNI 01-6683-2002)
meliputi :
1. Angka Lempeng Total
2. MPN Coliform
3. MPN E.coli
4. Identifikasi Salmonella
5. Angka Staphylococcus aureus
Metode yang digunakan untuk pengujian
mikrobiologi sangat ditentukan oleh persyaratan yang diacu,
umumnya pengujian dilakukan secara kualitatif dengan m e
t o d e p e n g k a y a a n (enrichment) yaitu
isolasi dan identifikasi mikroba dan
interpretasi hasil (negatif per gram/ml
atau negatif per 25 gram atau per 100 gram/ml).
Pengujian secara kuantitatif (enumerasi) dengan
penghitungan jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa
koloni per ml/g atau koloni per 100 ml.
Identifikasi mikroba pathogen dapat
dilakukan dengan cara konvensional maupun dengan pengujian
cepat (rapid test).
Metode kuantitatif (Enumerasi)
Metode kuantitatif digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel,
umumnya dikenal dengan Angka Lempeng
Total (ALT) dan Angka Paling Mungkin atau Most Probable
Number (MPN). Uji
Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil
atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan
hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung,
interpretasi hasil berupa
angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara
lain dengan
cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Angka Paling Mungkin (MPN)
menggunakan media
cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir berupa kekeruhan atau perubahan
warna dan atau pembentukan
gas yang juga dapat
diamati secara visual, dan interpretasi hasil dengan merujuk kepada Tabel
MPN. Dikenal 2 cara
yaitu metode 3 tabung dan metode 5 tabung.
Metode
kuantitatif dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu :Homogenisasi sampel,
sebagai
tahap pendahuluan dalam
pengujian yang berguna
untuk membebaskan sel
bakteri yang mungkin terlindung
partikel sampel dan untuk
memperoleh distribusi bakteri
sebaik mungkin.
Homogenisasi
dapa t dilakukan
menggunakan alat seperti
stainless steel blender atau
stomaker. Sedang sampel
bentuk cair tidak perlu menggunakan
alat, cukup langsung dicampur dengan pengencer dan dikocok sampai homogen.
Tahap
pengenceran, menggunakan
larutan pengencer
yang berfungsi untuk
menggiatkan kembali sel-sel
bakteri yang mungkin kehilangan
vitalitasnya karena kondisi
di dalam sampel yang
kurang menguntungkan. Pengenceraan
suspense sampel
dilakukan untuk mendapatkan
koloni yang tumbuh
secara terpisah dan dapat
dihitung dengan mudah,
hal ini akan sangat membantu
terutama untuk sampel
dengan cemaran yang
sangat tinggi. Umumnya pengencer yang digunakan adalah peptone water
0,1%, buffer
fosfat atau larutan ringers
(4 kali kuat), dan peptone
0,1% plus NaCL 0,85%
(ISO 6887:1983)
Tahap pencampuran dengan media (padat/ cair), media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar (PCA) atau Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk i n o k u l a s i s u s p e n s i homogenat sampel ke dalam media , tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, a ta u s e r u m u n t u k Mycoplasma dan egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450C, dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal. bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles)
Tahap pencampuran dengan media (padat/ cair), media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar (PCA) atau Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk i n o k u l a s i s u s p e n s i homogenat sampel ke dalam media , tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, a ta u s e r u m u n t u k Mycoplasma dan egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450C, dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal. bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles)
Tahap
inkubasi dan pengamatan.
Inkubasi dilakukan
pada suhu dan lama
yang sesuai dan kondisi dibuat
sedemikian rupa disesuaikan
dengan sifat mikroba
(kondisi aerob atau
anaerob)
:
0
-100C untuk bakteri Psikrotrof
dan Psikrofil
20-320C
untuk bakteri Saprophtic
mesophiles
35-370C
(atau 450C) untuk
bakteri parasites mesofil
55-630C
atau lebih tinggi untuk
bakteri Termofilik
30-320C
(ISO 4833:1991) nterpretasi
hasil.
Metode Kualitatif (Pengkayaan) Pada
metode kualitatif dilakukan perbanyakan (enrichment
pengkayaan)
terlebih dahulu dari sel
mikroba yang umumnya dalam
jumlah yang sangat sedikit dan bahkan
kadang-kadang dalam
kondisi lemah. Ada
beberapa tahap yang dilakukan
yaitu tahap pengkayaan (enrichment),
tahap isolasi pada media
selektif, tahap identifikasi dengan
reaksi biokimia, dan dilanjutkan
dengan analisa antigenik
atau serologi atau immunologi
dan bila diperlukan dapat
juga dilakukan identifikasi DNA
bakteri dengan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction)
Tahap pengkayaan
Umumnya
digunakan media cair yang
berguna untuk member kesempatan supaya bakteri dapat tumbuh pada media
pengkaya, karena
bakteri lain juga dapat tumbuh,
maka dapat ditambahkan inhibitor untuk
mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri
lain dan dilanjutkan dengan menumbuhkan kembali bakteri
dalam media selektif atau differensial. Pada
keadaan tertentu dimana bakteri sangat lemah perlu dilakukan
terlebih dahulu tahap pra-pengkayaan (pre-enrichment)
misalnya pada uji Salmonella ataupun Enterobacter
sakazaki, dimana media
ini mengandung cukup gizi yang non selektif. Tahap ini d
i m a k s u d k a n u n t u k “menyembuhkan/
menguatkan” sel bakteri yang sangat lemah atau
sakit disebabkan oleh proses pengolahan makanan.
Umumnya pada tahap pra-pengkayaan digunakan
media Lactose Broth atau Buffered Pepton
Water, walaupun kadang-kadang media ini
belum tentu sesuai untuk semua jenis sampel.
Pada
makanan kering seperti yeast
dan susu bubuk, sampel hanya memerlukan
rekonstitusi dalam
air suling yang mengandung
Brilliant Green. Sedangkan
untuk sampel yang sangat
berlemak seperti hasil olahan
jeroan maka ke dalam media
pra-pengkaya ditambahkan Tergitol
7 sehingga memudahkan dispersi
lemak pada media.
Tahap isolasi
Setiap
koloni atau galur mikroba yang akan
diidentifikasi harus benar benar murni dan untuk mendapatkan
biakan murni digunakan media selektif yang memungkinkan
untuk isolasi koloni mikroba tersangka berdasarkan
pada karakter biokimia dari mikroba yang akan mempengaruhi
sifat pertumbuhan bakteri pada suatu media spesifik. Identitas
mikroba dapat dilihat dari pembentukan koloni
yang spesifik pada media. Saat
ini, perkembangan metode pengujian
cepat (rapid test) dengan menggunakan
media selektif sudah makin berkembang dimana pada media sudah ditambahkan
suatu indikator/ bahan kimia tertentu yang dapat menandai
adanya hasil reaksi enzimatis sehingga terbetuk warna
atau fluoresensi sehingga media tersebut lebih
spesifik lagi (misalnya media kromokult dan fluorokult).
Contohnya media fluorogenik untuk deteksi E.coli dan
kromogenik untuk deteksi E.sakazakii yang
sangat spesifik. Hal ini berdasarkan pada enzim yang
berasal dari bakteri tersebut misalnya E . c o l i
( - D - galaktosidase) dengan
penambahan
fluorogenic substrat 4-methylumbellliferyl—Dglucoronide akan suatu ikatan k o m p l e k s y a n g
a k a n menghasilkan
fluoresensi bila dilihat
dibawah cahaya ultraviolet dan
E.sakazakii (-Dglukosidase) dengan substrat 5- Bromo-4-choloro-3-indolyl--Dg
l
u c o p y r a n o s i d e ) a k a n menghasilkan koloni dengan warna hijau torquise .