BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Organisme yang hidup di alam memiliki
tingkat dan jenis kepekaan yang berbeda-beda terhadap suatu rangsangan yang
dilakukan. Setiap spesies yang satu dengan spesies yang lainnya akan memberikan
respon yang berbeda-beda terhadap suatu rangsangan, hal ini berkaitan erat
dengan habitat dan kebiasaan spesies tersebut. Adanya respon saat terjadinya
suatu rangsangan ini merupakan salah satu cara mahkluk hidup mempertahankan
diri terhadap rangsangan itu sendiri.
Pertahanan diri suatu jenis mahkluk
hidup ini biasanya dilakukan dengan cara penyesuaian diri terhadap lingkungan
yang mengalami rangsangan. Taksis merupakan salah saru respon sederhana dari tingkah
laku hewan dalam proses penyesuaian diri. Praktikum ekologi hewan percobaan
Tipe Respon Hewan dilakukan untuk melihat respon yang terjadi pada hewan
tersebut saat diberikan suatu rangsangan. Pada praktikum ini sampel hewan uji
yang digunakan adalah Pontoscolex
corethurus dengan memberi rangsangan berupa fototaksis dan geotaksis.
Pengamatan dilakukan untuk melihat apakah Pontoscolex
corethurus memberikan respon neganif
atau respon positif terhadap rangsangan yang diberikan.
1.2 Permasalahn
Permasalah yang didapat
pada praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan adalah:
1. Bagaimana
respon Pontoscolex corethurus
terhadap rangsangan cahaya (fototaksis) yang diberikan?
2. Bagaiman
pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan Pontoscolex corethurus?
3. Bagaimana
pergerakan Pontoscolex corethurus
saat diletakkan pada wadah yang memiliki zona terang dan zona gelap?
1.3 Tujuan
Praktikum
Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk
mengetahui respon Pontoscolex corethurus
terhadap rangsangan cahaya (fototaksis).
2. Untuk
mengetahui pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan Pontoscolex corethurus.
3. Untuk
mengetahui pergerakan Pontoscolex
corethurus saat diletakkan pada wadah yang memiliki zona terang dan zona
gelap.
1.4 Hipotesis
Praktikum
ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan dengan permasalahan
yang muncul dapat di ambil hipotesis sebagai berikut:
1. Pontoscolex corethurus
saat diberikan rangsangan cahaya (fototaksis) maka yang terjadi adalah respon
negatif yaitu Pontoscolex corethurus
akan bergerak menjauhi cahaya dan menuju ketempat gelap.
2. Pontoscolex corethurus
saat diberikan kemiringan sudut, semakin tinggi kemiringan maka pergerakannya
akan semakin lambat.
3. Pontoscolex corethurus
saat diletakkan pada wadah yang memiloki bagian terang dan bagian gelap maka Pontoscolex corethurus akan bergerak
menuju bagian gelap.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Taksis
Ilmu yang mempelajari tentang pola
perilaku hewan disebut ethologi. Perilaku pada hewan dapat dibagi kedalam tiga
unsur yaitu tropisme, taksis, refleksi, insting, belajar dan menalar. Taksis
adalah sumber rangsangan. Misalnya fototaksis merupakan rangsangan yang berasal
dari sumber cahaya (Hasan dan Widipanestu, 2000).
Suatu rangsangan tingkah laku
(iritabilitas) suatu organisme disebut juga daya menanggapi rangsangan. Daya
ini memungkinkan organisme menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya.
Pada beberapa organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-organ yang berdiferensiasi
khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap rangsangan disebut
refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan rangsangan akan
bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan.
Taksis adalah suatu gerakan hewan
menuju atau menjauhi suatu rangsangan yang terjadi. Taksis dibagi menjadi dua
berdasarkan arah orientasi dan pergerakan, yaitu taksis positif dan taksis
negatif. Taksis menurut macam rangsangannya juga dibedakan menjadi fototaksis
(rangsangan cahaya), rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis
(rangsangan terhadap bahan kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan
tempat) (Michael, 1994):
1. Fototaksis
adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan dari sumber
cahanya.
2. Rheotaksis
adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air pada suatu
tempat.
3. Geotaksis
adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat.
4. Kemotaksis
adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya zat kimia.
Suatu
gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh menuju
atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi
adalah menjauhi rangsangan (Virgianti, 2005).
Perilaku
dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan
untuk mendeteksi stimulus itu, syarat diperlukan untuk mengkoordinasikan respon
dan efektor itulah yang sebenarnya melakukan aksi. Perilaku dapat juga terjadi
sebagai akibat stimulus dari dalam. Lebih sering terjadi, perilaku suatu
organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dalam (Kimball,
1992).
Taksis
adalah suatu bentuk sederhana dari respon hewan terhadap stimulus dengan
bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada sudut
tertentu terhadapnya atau dalam proses penyesuaian diri terhadap kondisi
lingkungannya (Suin, 1989).
2.2
Cacing Tanah
Cacing tanah menyukai lingkungan
yang lembab dengan bahan organik yang berlimpahan dan banyak banyak kalsium
yang tersedia. Akibatnya, cacing tanah terdapat paling melimpah dalam tanah
berstruktur halus dan kaya bahan organik dan tidak terlalu asam. Cacing tanah
pada umumnya membuat liang dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang
terdapat didalam tanah (Nurdin, 1997).
Perilaku cacing tanah dengan membuat
liang yang dangkal merupakan respon terhadap rangsang cahaya. Kelangsungan
hidup suatu mahkluk hidup tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi
rangsang dan bagaimana organisme (cacing tanah) tersebut menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya (Odum, 1993).
Secara sistematis, cacing tanah
bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oelh segmen-segmen (Norafiah,2005). Pontoscolex corethurus mempunyai mukus
yang dikeluarkan oleh usus sebanyak 16 % perberat kering tubuh yang dapat menstimulasi pertumbuhan
mikroflora sehingga dapat mendegradasi materi organik tanah menjadi bentuk yang
lebih sederhana dan mudah dicerna. Berdasarkan penelitian, inokulasi cacing
tanah Pontoscolex corethurus dapat memperbaiki kondisi fisika dan kimia tanah
yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas, porositas serta kandungan
unsur hara tanah (Adianto, 2004).
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Praktikum Ekologi Hewan percobaan
Tipe Respon Hewan yang dilakukan menggunakan alat-alat yaitu wadah dengan dua
zona (zona terang dan zona gelap), senter, kertas penutup dan alat geotaksis.
Bahan-bahan yang digunan pada
praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan adalah Pontoscolex
corethurus, kertas dan air secukupnya.
3.2 Cara
Kerja
3.2.1
Fototaksis
Bak (wadah) yang
disediakan merupakan bak yang memiliki dua zona (zona terang dan zona gelap),
zona gelap ditutupi dengan kertas penutup, kemudian diletakkan 5 ekor Pontoscolex corethurus secara bersamaan
kemudian disinari dengan menggunakan senter. Kemudian diamati pergerakan Pontoscolex corethurus dan dicatat waktu
yang diperlukan masing-masing Pontoscolex
corethurus untuk sampai pada zona gelap.
3.2.2
Geotaksis
Pontoscolex
corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan mengarah keatas pada
suatu bidang miring (alat geotaksis), kemudian diamati pergerakan Pontoscolex
corethurus serta waktu yang diperlukan untuk masing-masing Pontoscolex corethurus untuk sampai pada
batas atas alat geotaksis. Perlakuan ini juga diberikan dengan mengubah
kemiringan sudut dari 30o, 50o dan 70o, selain
mengarah keatas, perlakuan ini juga dilakukan dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus kearah bawah.
3.2.3
Pergerakan Pontoscolex corethurus
Pontoscolex
corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan kedalam wadah dengan dua
zona (zona terang dan zona gelap), Pontoscolex
corethurus diletakkan dizona terang demana sebelumnya wadah telah ditaburi
tepung, diamati pergerakannya dan digambar. Pengamatan dilakukan sebanyak 3
kali dengan lama waktu setiap percobaan 10 menit.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
Fototaksis
No
|
Pontoscolex corethurus
|
Waktu
|
1
|
Pontoscolex corethurus 1
|
1 : 23
|
2
|
Pontoscolex corethurus 2
|
1 : 29
|
3
|
Pontoscolex corethurus 3
|
1 : 32
|
4
|
Pontoscolex corethurus 4
|
3 : 12
|
5
|
Pontoscolex corethurus 5
|
3 : 22
|
4.1.2
Geotaksis
4.1.2.1 Geotaksis
ke Arah Atas
Pontoscolex corethurus
|
Waktu (detik)
|
||
30o
|
50o
|
70o
|
|
1
|
1,45
|
1,24
|
3,09
|
2
|
1,31
|
1
|
0,79
|
3
|
6,24
|
1,58
|
5,27
|
4
|
1,99
|
2,59
|
4,55
|
5
|
0,57
|
2,31
|
3,38
|
6
|
3,97
|
3,75
|
5,1
|
4.1.2.2 Geotaksis
ke Arah Bawah
Pontoscolex corethurus
|
Waktu (detik)
|
||
30o
|
50o
|
70o
|
|
1
|
1,33
|
0,37
|
0,31
|
2
|
0,47
|
0,43
|
0,93
|
3
|
2,40
|
3,1
|
3,59
|
4
|
2,53
|
1,29
|
1,68
|
5
|
0,45
|
0,51
|
0,36
|
6
|
1,87
|
2,59
|
1,13
|
4.2 Pembahasan
4.2.1
Fototaksis
Respon
yang terjadi pada Pontoscolex corethurus
setelah diberi rangsangan cahaya yaitu negatif. Hal ini karena masing-masing Pontoscolex corethurus bergerak menjauhi
cahaya dan menuju kezona gelap.
Orientasi negatif Pontoscolex corethurus
ini menunjukkan bahwa pernyataan Soetjipta (1993) adalah sesuai, bahwa cacing
tanah yang terkena cahaya menerima energi panas secara langsung. Hal ini akan
menyebabkan cacing tanah bergerak menjauhi cahaya, oleh sebab itulah cacing
tanah, dalam hal ini Pontoscolex
corethurus lebih menyukai tempat yang lembab dan terlindung dari cahaya.
Orientasi masing-masing Pontoscolex corethurus tidaklah terjadi
dalam waktu yang bersamaan. Hal ini dikarenakan meskipun telah dipilih Pontoscolex corethurus yang memiliki
ukuran yang sama ukurannya, namun kemampuan masing-masing Pontoscolex corethurus untuk bereaksi dan bergerak tidaklah sama.
Waktu yang diperlukan masing-masing Pontoscolex
corethurus yang diuju berbeda-beda, yaitu; Pontoscolex corethurus 1 selama
1 menit 23 detik, Pontoscolex corethurus 2 selama 1 menit 29 detik, Pontoscolex
corethurus 3 selama 1 menit 32 detik, Pontoscolex
corethurus 4 selama 3 menit 12 detik dan Pontoscolex corethurus 5 selama 3 menit 22 detik. Jadi waktu
rata-rata yang diperlukan Pontoscolex
corethurus adalah 2 menit 32 detik.
4.2.2
Geotaksis
Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang mengarah
keatas dilakukan dengan kemiringan sudut yang berbeda yaitu 30o, 50o
dan 70o. Pada kemiringan 30o kecepatan rata-rata Pontoscolex corethurus untuk mencapai
puncak alat geotaksis adalah 2,535 menit. Kemiringan 50o kecepatan
rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex
corethurus untuk mencapai puncak alat geotaksis adalah 2,078 menit, dan
terakhir pada kemiringan 70o kecepatan rata-rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk mencapai
puncak alat geotaksis adalah 4, 9 menit.
Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang mengarah ke
bawah juga dilakukan dengan menggunakan beberapa bentuk kemiringan sudut yaitu
30, 50 dan 70. Pada kemiringan 30 kecepatan rata-rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk sampai
kebawah adalah 1,5 menit. Kemiringan 50 kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai
kebawah adalah 1,38 menit. Sedangkan pada kemiringan 70 kecepatan rata-rata
yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus
untuk sampai kebawah adalah 1,26.
Dua perlakuan percobaan geotaksis
ini menunjukkan beberapa respon yang terjadi pada Pontoscolex
corethurus. Pada percobaan geotaksis dengan mengarahkan Pontoscolex
corethurus kearah atas disimpulkan bahwa semakin kecil sudut kemiringan maka Pontoscolex corethurus dapat bergerak semakin
lambat sehingga waktu yang diperlukan juga semakin lama. Hal ini juga berlaku
untuk percobaan geotaksis dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus
kearah bawah, diketahui bahwa semakin tinggi sudut kemiringan Pontoscolex corethurus akan semakin singkat.
Kedua perlakuan ini menunjukkan bahwa orientasi Pontoscolex corethurus lebih cepat jika sudut kemiringan kecil dan
arah pergerakan kebawah.
1.3.3
Arah Pergerakan Pontoscolex corethurus
Percobaan
arah pergerakan Pontoscolex corethurus digunakan
3 ekor Pontoscolex corethurus yang
diletakkan kedalam wadah dengan dua zona, yaitu zona terang dan zona gelap. Pontoscolex corethurus diletakkan dizona
terang. Pengamatan dilakukan selama 10 menit dengan 3 kali pengulangan. Dari
ketiga kali pengulangan percobaan yang dilakukan diketahui bahwa arah
pergerakan Pontoscolex corethurus menuju
ke zona gelap. Namun waktu yang diperlukan oleh masing-masing Pontoscolex corethurus berbeda-beda dan
lebih lambat jika dibandingkan dengan diberinya rangangan berupa cahaya.
BAB
V
KESIMPULAN
Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe
Respon Hewan dengan sampel uji Pontoscolex
corethurus telah diberi perlakuan dengan rangsangan terhadap cahaya
(fototaksis), terhadap kemiringan tempat (geotaksis) dan arah pergerakan,
sehingga dari percobaan dapat disimpulkan:
1. Orientasi
yang terjadi pada Pontoscolex corethurus
setelah diberi rangsangan terhadap sumber cahaya adalah negatif yaitu menjauhi
rangsangan.
2. Orientasi
yang terjadi pada Pontoscolex corethurus
setelah diberi perlakuan dengan kemiringan tempat adalah respon negatif dimana
semakin tinggi sudut kemiringan maka waktu yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai keatas semakin lama begitu juga
sebaliknya.
3. Arah
pergerakan Pontoscolex corethurus telah membuktikan bahwa Pontoscolex corethurus lebih menyukai habitat yang gelap karena
pada percobaan Pontoscolex corethurus
menuju ke zona gelap didalam wadah.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, 2004, Pengaruh Inokulasi Cacing
Tanah (Pontoscolex corethurus) Er Mull Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna raelata) Varietas Walet, Jurnal
Matematika dan Sains, 20 oktober 2010.
Hanafiah, K., 2005, Biologi Tanah:
Ekologi dan Mikrobiologi Tanah, Raja Grafindo Denada, Jakarta.
Hasan,
A. Dan I. Widipangestu, 2000, Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya
pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jabar, Jurnal
Ekologi dan Perikanan, 20 oktober 2010.
Kimball,
J. 1983, Biologi, Edisi kelima, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Michael,
P., 1994, Metode Penelitian untuk Ekologi Penelitian Ladang dan Laboratorium,
UI Press, Jakarta.
Odum,
Eugene, 1993, Dasar-dasar Ekologi, Edisi ketiga, UGM, Yogyakarta
Suin,
N.M., 1989, Ekologi Hewan Tanah, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati,
ITB, Bandung.
Virgianti,
D.P. dan Hana A. P., 2005, Perdedahan Morsin Terhadap Perilaku Massa Prasapih
Mencit, FMIPA, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar ya.... ^-^