Metode penyarian
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang dicari,
mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat,
karbohidrat, protein, dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kecepatan
penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas
antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut (Anonim, 1986).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000). Ada beberapa metode dasar
ekstraksi yang dapat dipakai untuk penyarian yaitu metode infundasi, maserasi,
perkolasi, dan soxhletasi. Pemilihan terhadap metode tersebut disesuaikan
dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim,1986).
Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukandengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,
1986).
Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar.
Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada medium
padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah
diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur
kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi beberapa
faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat
medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun
demikian, standardisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji
kepekaan dengan baik (Jawetz et al., 2005).
Penggunaan cakram tunggal pada setiap antibiotik dengan
standardisasi yang baik, bisa menentukan apakah bakteri peka atau resisten
dengan cara membandingkan zona hambatan standar bagi obat yang sama. Daerah
hambatan sekitar cakram yang berisi sejumlah tertentu antimikroba tidak
mencerminkan kepekaan pada obat dengan konsentrasi yang sama per millimeter
media, darah atau urin (Jawetz et al., 2005).
Uji aktivitas antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat
dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi.
Penting sekali untuk menggunakan metode
standar untuk mengendalikan semua faktor yangmempengaruhi aktivitas
antimikroba (Jawetz et al., 2005).
Antibiotik
Kata antibiotik diberikan pada produk metabolit yang dihasilkan
suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain, antibiotik merupakan zat
kimia yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain (Pelczar dan Chan,
1988). Mekanisme kerja sebagian besar obat antimikroba ataupun antibiotik dapat
dibagi menjadi empat cara:
a.
Penghambatan
sintesis dinding sel
b.
Penghambatan
fungsi selaput sel
c.
Penghambatan
sintesis protein (hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik)
d.
Penghambatan
sintesis asam nukleat (Jawetz et al., 1996)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas antimikroba
a.
pH
Lingkungan
b.
Komponen-komponen
perbenihan
c.
Stabilitas
obat
d.
Besarnya
inokulum bakteri
e.
Masa
pengeraman
f.
Aktivitas
metabolik mikroorganisme (Jawetz et al., 1996)
Resistensi
Dalam pengobatan penyakit infeksi salah satu masalah sulit yang
dihadapi kini adalah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang
digunakan (Volk dan Wheeler, 1993). Berkembangnya resistensi terhadap
obat-obatan hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang tak pernah ada akhirnya
yang dilakukan oleh organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan
lingkungan yang baru. Resistensi terhadap obat pada suatu mikroorganisme dapat
disebabkan oleh suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme itu
sebelumnya atau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian (Pelczar dan Chan,
1988).
Mikroorganisme
dapat memperlihatkan resistensi terhadap obat-obatan melalui berbagai mekanisme
:
a.
Mikroorganisme
menghasilkan enzim yang merusak obat aktif.
b.
Mikroorganisme
mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.
c.
Mikroorganisme
mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap obat.
d.
Mikroorganisme
mengembangkan jalur metabolisme lain yang melalui jalan pintas reaksi yang
dihambat oleh obat.
e.
Mikroorganisme
membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahan tetapi enzim tersebut
masih dapat menjalankan fungsi metabolismenya serta tidak begitu dipengaruhi
oleh obat seperti enzim pada bakteri yang peka.
(Jawetz et al., 1996)
Penyebab terjadi resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik
yang tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai,
pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinu, demikian juga waktu pengobatan
yang tidak cukup lama. Maka untuk mencegah atau memperlambat timbulnya
resistensi mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang
tepat (Wattimena et al., 1991).
Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM)
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja, cara kerja
dan ditentukan pula oleh konsentrasi hambat minimum (KHM). Konsentrasi Hambat
minimum (KHM) adalah konsentrasi minimum dari suatu zat yang mempunyai efek
daya hambat pertumbuhan mikroorganisme. Penetapan KHM dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu (4) :
a) Cara
cair
Pada cara
ini digunakan media cair yang telah ditambahkan zat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau jamur dengan pengenceran tertentu kemudian
diinokulasikan biakan bakteri atau jamur dalam jumlah yang sama. Respon zat uji
ditandai dengan kejernihan atau kekeruhan pada tabung setelah diinkubasi.
b) Cara
padat
Pada cara
ini digunakan media padat yang telah dicampur dengan larutan zat uji dengan
berbagai konsentrasi. Dengan cara ini satu cawan petri dapat digores lebih dari
satu jenis mikroba untuk
memperoleh nilai KHM.
Parameter
Parameter pada
kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf), merupakan perbandingan
jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Adapun
rumusnya sebagai berikut:
Rf
Angka Rf
berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf
adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai yang berjangka 0
sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat
suatu senyawa (titik awal-pusat bercak dalam cm) × 10 menghasilkan angka hRf.
Tetapi karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini harus
dianggap petunjuk saja (Stahl, 1985).
Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
1. Stuktur
kimia senyawa, sifat penyerap dan derajat aktivitasnya
2. Tebal
tipisnya penyerap
3. Sifat
fase gerak
4. Derajat
kejenuhan bejana
5. Jumlah
cuplikan yang ditotolkan
6. Suhu
yang dapat mempengaruhi perubahan kompisisi pelarut
7. Keseimbangan
dalam bejana
Penelitian ini dilakukan pengujian
aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Tahap penelitian ini dimulai
dengan pengumpulan tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa), pencucian,
penapisan fitokimia, isolasi biakan murni bakteri, pengujian Konsentrasi Hambat
Minimum, pengujian aktivitas daya hambat bakteri dan kesetaraan ekstrak
terhadap antibiotik pembanding.
Batang tanaman Sarang Semut
(Myrmecodia tuberosa) kering dihaluskan menjadi serbuk, kemudian dimaserasi
dengan etanol 95 % selama 3x24 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dan
dilanjutkan dengan pemekatan hingga diperoleh ekstrak batang tanaman Sarang
Semut. Sedangkan perasan dilakukan dengan perebusan batang tanaman Sarang Semut
(Myrmecosia tuberosa) kering dengan 1 L air yang dipekatkan hingga menjadi 200
mL, selanjutnya diperas dan disaring.
Bakteri ditumbuhkan pada media agar miring dan diinkubasi pada
suhu 370C.
Kemudian pembuatan suspensi bakteri dengan menumbuhkan bakteri pada media cair
Natrium Klorida fisiologis dan diinkubasi pada suhu 370C.
Dari ekstrak dan air perasan yang diperoleh dilakukan pengujian Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) pada konsentrasi 0,15 g/ml, 0,16 g/ml, 0,17 g/ml, 0,18
g/ml, 0,19 g/ml, 0,20 g/ml, 0,21 g/ml, 0,22 g/ml, 0,23 g/ml, 0,24 g/ml dan 0,25
g/ml. ekstrak dicampur kemedia nutrient agar, didinginkan dan dibiarkan
memadat, begitu juga untuk air rebusan. Selanjutnya media yang telah memadat
digoreskan bakteri yang diambil 1 Ose dari suspensi bakteri. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam untuk pengamatan aktivitas
antibakteri tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa).
Pengujian aktivitas daya hambat batang tanaman Sarang Semut
dilakukan pada konsentrasi 1 g/ml, 0,8 g/ml, 0,6 g/ml, 0,4 g/ml dan 0,2 g/ml.
Sebanyak 200 µL masing-masing suspensi bakteri ditambahkan
ke dalam 20 mL media Nutrien Agar (NA) untuk bakteri. Campuran diputar sampai
homogen, didinginkan dan menjadi padat dalam cawan petri steril. Setelah itu
dibuat sumur yang berdiameter ± 6 mm dengan menggunakan prevorator. Kemudian
dimasukkan 50 µl masing-masing ekstrak uji kedalam sumur.
Selanjutnya dilakukan prainkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam untuk bakteri, diameter
hambat diamati setelah periode inkubasi. Penentuan kesetaraan ekstrak dengan
antibiotik pembanding dilakukan dengan metode difusi agar dengan sumur dengan
antibiotik tetrasiklin hidroklorida. Pengujian dilakukan pada berbagai
konsentrasi antibiotik pembanding menggunakan pelarut yang sesuai seperti yang
tertera dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Berdasarkan hasil pengukuran
diameter hambat antibiotik, dibuat persamaan garis antara logaritma konsentrasi
dengan diameter hambat. Persamaan yang diperoleh digunakan untuk melihat
kesetaraan antara ekstrak uji dengan antibiotik pembanding. Pengujian aktivitas
antibakteri juga dilakukan terhadap etanol untuk melihat pengaruh penggunaan
etanol terhadap diameter hambat pada masing-masing bakteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar ya.... ^-^