Rabu, 17 Juli 2013

PENGUJIAN MIKROBIOLOGI PANGAN

PENDAHULUAN
Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Mengingat definisi pangan mempunyai cakupan yang luas, maka upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan tercemar baik dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI tahun 1996), merupakan suatu keharusan. Sebagai salah satu pelaksanaan kegiatan rutin pengawasan paska pemasaran (post marketing control) obat dan makanan dan dalam rangka menjamin mutu dan keamanan pangan yang beredar di Indonesia, Laboratorium PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional) Badan POM dan Balai Besar POM atau Balai POM telah melaksanakan pengujian mikrobiologi pangan secara rutin.

PENYAKIT AKIBAT PANGAN
Selain harus bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan-bahan berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia, mikroba dan bahan lainnya. Mikroba dapat mencemari pangan melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolah (selama proses produksi atau penyiapan) juga sekresi dari usus manusia atau hewan. Penyakit akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi pangan, umumnya disebut dengan keracunan. Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan. Umumnya bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki.
Keracunan pangan oleh bakteri dapat berupa intoksifikasi atau infeksi. Intoksifikasi disebabkan oleh adanya toksin bakteri yang terbentuk didalam makanan pada saat bakteri bermultiplikasi, sedangkan keracunan pangan berupa infeksi, disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan tubuh memberikan reaksi terhadap bakteri tersebut. Ada dua jenis intoksifikasi makanan yang disebabkan oleh bakteri yaitu botulism, karena adanya toksin dalam makanan yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum dan intoksifikasi lain yaitu stafilokokkal, yang disebabkan oleh enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Sedangkan keracunan pangan oleh bakteri yang merupakan infeksi, dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama berasal dari makanan yang berfungsi sebagai pembawa bakteri, misalnya disentri demam tifoid, kolera, brusellosis dan lain-lain.
Kelompok kedua berasal dari makanan yang berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, sehingga bakteri dapat berkembang biak, diantaranya bakteri Salmonella, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, dan Escherichia coli enteropatogenik. Untuk mengetahui bahwa pangan sudah tercemar, dapat dilihat secara fisik dari tekstur makanan tersebut. Namun banyak makanan terutama yang sudah melewati suatu proses pengolahan, tetap mempunyai tekstur yang masih baik tetapi mengandung suatu cemaran seperti bakteri patogen, yang disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai.

MIKROBA PENYEBAB KERUSAKAN & KERACUNAN MAKANAN
Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang / jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, ekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb)
Banyak factor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. Dalam pengujian cemaran mikroba digunakan mikroba indikator, karena selain mudah dideteksi juga dapat memberikan gambaran tentang kondisi higienis dari produk yang diuji. Bersamaan dengan mikroba indikator dilakukan juga pengujian terhadap bakteri
patogen.

Mikroba indicator

Mikroba indikator adalah golongan atau spesies bakteri yang kehadirannya dalam makanan dalam jumlah diatas batas (limit) tertentu, merupakan pertanda bahwa makanan telah terpapar dengan kondisi-kondisi y a n g m e m u n g k i n k a n berkembang biaknya mikrobapatogen.  Mikroba indicator digunakan untuk menilai keamanan dan mutu mikrobiologi makanan.
Jumlah bakteri aerob mesofil, bakteri anaerob mesofil dan bakteri psikrofil dapat merupakan indikator bagi status/ mutu mikrobiologi makanan. Jumlah yang tinggi dari bakteribakteri tersebut seringkali sebagai petunjuk bahan baku yang tercemar, sanitasi yang tidak memadai, kondisi (waktu dan atau suhu) yang tidak terkontrol selama proses produksi atau selama penyimpanan ataupun kombinasi dari berbagai kondisi tersebut.
Bakteri aerob mesofil dianggap sebagai mikroba indikator, meskipun sebenarnya kurang akurat dibandingkan dengan indikator lainnya. Bakteri anaerob mesofil merupakan indikator dari kondisi yang dapat menyebabkan adanya pertumbuhan mikroba anaerob penyebab keracunan makanan seperti C. perfringens dan C.botulinum.
Golongan bakteri coliform, Coliform fekal, Escherichia coli dan Enterobacter sakazakii merupakan bakteri bentuk batang, bersifat aerob dan anaerob fakultatif.
Golongan coliform mempunyai spesies dengan habitat dalam saluran pencernaan dan nonsaluran pencernaan seperti tanah dan air. Yang termasuk golongan coliform adalah Escherichia coli, dan spesies dari Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella dan Serratia. Bakteri selain dari E.coli dapat hidup dalam tanah atau air lebih lama daripada E.coli, karena itu adanya bakteri coliform dalam makanan tidak selalu menunjukkan telah terjadi kontaminasi yang berasal dari feses. Keberadaannya lebih merupakan indikasi dari kondisi prosessing atau sanitasi yang t i d a k m e m a d a i d a n keberadannya dalam jumlah tinggi dalam makanan olahan m e n u n j u k k a n a d a n y a kemungkinan pertumbuhan dari Salmonella, Shigella dan Staphylococcus. Escherichia coli dan Coliform fekal, biasanya E.coli, merupakan indikator dari kontaminan dengan sumber/ bahan fekal. Habitat alami dari E . c o l i adalah saluran pencernaan bawah hewan dan manusia. Sedangkan Coliform fekal merupakan metode
pemeriksaan untuk menunjukkan adanya E.coli atau spesies yang sangat dekat dengan E.coli secara cepat tanpa harus mengisolasi biakan dan melakukan test IMVIC. Sebagian besar terdiri dari E.coli tipe I dan tipe II yang merupakan petunjuk penting dari kontaminan asal dari  bahan fekal. E.coli dan coliform, yang t e r m a s u k g o l o n g a n Enterobacteriaceae adalah Salmonella, Shigella dan Enterobacter sakazaki selain golongan Enterococci yaitu Streptococcus faecalis dan S.faecium merupakan flora normal dari saluran pencernaan manusia dan hewan. Golongan ini tidak banyak digunakan sebagai indikator kontaminasi fekal tetapi lebih dikaitkan dengan sanitasi produksi yang buruk oleh karena daya tahan yang tinggi dari mikroba terhadap kekeringan, suhu tinggi dan pendinginan serta pengaruh detergen atau disinfektan.
Dengan sifat yang tahan terhadap pendinginan maka bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator untuk makanan beku dan makanan yang sudah dipanaskan. Staphylococci terutama Staphylococcus aureus keberadaannya dalam makanan bisa bersumber dari kulit, mulut atau rongga hidung pengolah pangan. Bila ditemukan dalam jumlah tinggi merupakan indikator dari kondisi sanitasi yang tidak memadai. Mikroba pathogen Meliputi bakteri, jamur/kapang dan ragi/yeast, bakteri pathogen termasuk jenis penyebab toksiinfeksi makanan diantaranya Salmonella, Shigella, Brucella. Umumnya ada beberapa jenis golongan bakteri terpenting yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan keracunan yaitu Acetobacter, Achromobacter, A l c a l i g e n e s , B a c i l l u s , Bacteroides, Clostridium, Corynebacterium, Enterococci, E n t e r o b a c t e r, E r w i n i a , Escherichia, Flavobacterium, K u r t h i a , L a c t o b a c i l l u s , Leuconostoc, Micrococcus, Paracolobactrum, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Sarcina, Serratia, Shigella, St a p h y l o c o c c u s d a n Streptomyces.

METODOLOGI
Dalam rangka pengawasan mutu secara mikrobiologis, dilakukan pengujian laboratorium untuk mengisolasi dan mengidentifikasi cemaran bakteri patogen yang mungkin ada dan untuk beberapa jenis mikroba dapat pula dilakukan penghitungan jumlah koloni yang disebut juga dengan enumerasi.
Sampel Jumlah sampel yang diuji harus cukup representatif, mewakili lot yang akan diperiksa. Kadangkadang pengambilan sampel untuk pengujian bakteri pathogen harus lebih ketat dimana menurut ICMSF (The International Commission on Microbiological Specification for Foods) dan Harrigan, replikasi uji (n) dilakukan sesuai dengan jumlah yang representatif, tergantung pada jenis mikroba dan produk (mis: untuk identifikasi Salmonella dalam dried milk, absent in 25 g, n=10, c=0 dan S.aureus ( per gram) m=10, M=100, n=5, c=2) Sampel makanan yang diterima harus segera diuji begitu tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan dan mudah rusak harus dianalisa paling lambat 36 jam sesudah pengambilan sampel. Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai tiba waktunya untuk diuji, tetapi bila sampel diterima dalam keadaan dingin, jangan disimpan didalam freezer. Beberapa bakteri seperti vibrio banyak yang akan mati pada suhu sangat rendah (pembekuan). Untuk sampel yang tidak mudah rusak seperti makanan kaleng , dapat disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, sampel tidak boleh disimpan terlalu lama karena ada mikroba yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang akan dikirim ke
laboratorium harus diupayakan tidak tercemar dengan bahan atau mikroba lain terhadap
sampel. Selama dalam pengiriman ke laboratorium maka sifat sampel harus dijamin tidak mengalami perubahan sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim ke laboratorium. Bila sampel berada dalam keadaan beku, harus terlebih dahulu dilelehkan dan pelelehan sedapat mungkin dilemari pendingin atau pada suhu kurang dari 450C selama paling lama 15 menit. Bila menggunakan suhu tinggi sebaiknya sampel diaduk secara teratur. Untuk sampel beku yang mudah meleleh seperti es krim, maka dapat diuji tanpa dilelehkan terlebih dahulu. Untuk sampel padat seperti daging mentah, harus terlebih dahulu d i c i n c a n g s e b e l u m
dihomogenkan. Bila hanya ada satu sampel ditujukan untuk berbagai pengujian, maka sampel untuk uji mikrobiologi dicuplik terlebih dahulu sebelum pengujian
lainnya dilakukan. Khusus untuk pengujian C.botulinum dilarang untuk mencicipi ketika akan membuat pemerian sampel, maka pada catatan data sampel tidak
dicantumkan pemerian dari rasa.
Metode Pengujian sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan makanan yang Badan POM
Edisi Maret 2008 sudah ditetapkan. Parameter uji mikrobiologi pada makanan yang  dipersyaratkan secara umum terdiri dari :
1. Uji Angka Lempeng Total
2. Uji Angka Kapang khamir
3. Uji Angka Bakteri termofilik
4. Uji Angka Bakteri pembentuk spora
5. Uji Angka bakteri an-aerob
6. Uji Angka Staphylococcus aureus
7. Uji Angka Clostridium perfringens
8. Uji Angka Enterococcus
9. Uji Angka Bacillus cereus
10. Uji Angka Enterobacteriaceae
11. Uji MPN Coliform
12. Uji MPN Fekal Coliform
13. Uji MPN Escherichia coli
14. Uji Angka Escherichia coli
15. Identifikasi Escherichia coli
16. Identifikasi Staphylococcus aureus
17. Identifikasi Salmonella
18. Identifikasi Shigella
19. Identifikasi Bacillus cereus
20. Identifikasi Streptococcus faecalis
21. Identifikasi Vibrio cholerae
22. Identifikasi Vibrio parahaemolyticus
23. Identifikasi Clostridium perfringens
24. Identifikasi Listeria monocytogenes
25. Identifikasi Campylobacter jejuni

Ada beberapa parameter yang tidak termasuk dalam persyaratan diatas, seperti
identifikasi Pseudomonas aeruginosa dalam air minum tetapi sering juga menjadi syarat tambahan yang diinginkan oleh produsen air minum untuk diuji. Begitu pula pengujian khusus Clostridium botulinum untuk makanan kaleng. Pengujian mikrobiologi untuk makanan tidak dilakukan untuk semua parameter uji diatas tetapi akan mengacu pada  persyaratan dari tiap produk tersebut misalnya persyaratan Naget ayam ( SNI 01-6683-2002)
meliputi :
1. Angka Lempeng Total
2. MPN Coliform
3. MPN E.coli
4. Identifikasi Salmonella
5. Angka Staphylococcus aureus

Metode yang digunakan untuk pengujian mikrobiologi sangat ditentukan oleh persyaratan yang diacu, umumnya pengujian dilakukan secara kualitatif dengan m e t o d e p e n g k a y a a n (enrichment) yaitu isolasi dan identifikasi mikroba dan
interpretasi hasil (negatif per gram/ml atau negatif per 25 gram atau per 100 gram/ml). Pengujian secara kuantitatif (enumerasi) dengan penghitungan jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per ml/g atau koloni per 100 ml.
Identifikasi mikroba pathogen dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun dengan pengujian cepat (rapid test).
Metode kuantitatif (Enumerasi)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel,
umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Paling Mungkin atau Most Probable Number (MPN). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Angka Paling Mungkin (MPN) menggunakan media cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir berupa kekeruhan atau perubahan warna dan atau pembentukan gas yang juga dapat diamati secara visual, dan interpretasi hasil dengan merujuk kepada Tabel MPN. Dikenal 2 cara yaitu metode 3 tabung dan metode 5 tabung.
Metode kuantitatif dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :Homogenisasi sampel,
sebagai tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin.
Homogenisasi dapa t dilakukan menggunakan alat seperti stainless steel blender atau stomaker. Sedang sampel bentuk cair tidak perlu menggunakan alat, cukup langsung dicampur dengan pengencer dan dikocok sampai homogen.
Tahap pengenceran, menggunakan larutan pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya karena kondisi di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceraan suspense sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah, hal ini akan sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran yang sangat tinggi. Umumnya pengencer yang digunakan adalah peptone water 0,1%, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan peptone 0,1% plus NaCL 0,85% (ISO 6887:1983)
Tahap pencampuran dengan media (padat/ cair), media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar (PCA) atau Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk i n o k u l a s i s u s p e n s i homogenat sampel ke dalam media , tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, a ta u s e r u m u n t u k Mycoplasma dan egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450C, dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal. bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles)
Tahap inkubasi dan pengamatan. Inkubasi dilakukan pada suhu dan lama yang sesuai dan kondisi dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan sifat mikroba (kondisi aerob atau
anaerob) :
0 -100C untuk bakteri Psikrotrof dan Psikrofil
20-320C untuk bakteri Saprophtic mesophiles
35-370C (atau 450C) untuk bakteri parasites mesofil
55-630C atau lebih tinggi untuk bakteri Termofilik
30-320C (ISO 4833:1991) nterpretasi hasil.

Metode Kualitatif (Pengkayaan) Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan (enrichment
pengkayaan) terlebih dahulu dari sel mikroba yang umumnya dalam jumlah yang sangat sedikit dan bahkan kadang-kadang dalam kondisi lemah. Ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu tahap pengkayaan (enrichment), tahap isolasi pada media selektif, tahap identifikasi dengan reaksi biokimia, dan dilanjutkan dengan analisa antigenik atau serologi atau immunologi dan bila diperlukan dapat juga dilakukan identifikasi DNA bakteri dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tahap pengkayaan
Umumnya digunakan media cair yang berguna untuk member kesempatan supaya bakteri dapat tumbuh pada media pengkaya, karena bakteri lain juga dapat tumbuh, maka dapat ditambahkan inhibitor untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri lain dan dilanjutkan dengan menumbuhkan kembali bakteri dalam media selektif atau differensial. Pada keadaan tertentu dimana bakteri sangat lemah perlu dilakukan terlebih dahulu tahap pra-pengkayaan (pre-enrichment) misalnya pada uji Salmonella ataupun Enterobacter sakazaki, dimana media ini mengandung cukup gizi yang non selektif. Tahap ini d i m a k s u d k a n u n t u k “menyembuhkan/ menguatkan” sel bakteri yang sangat lemah atau sakit disebabkan oleh proses pengolahan makanan. Umumnya pada tahap pra-pengkayaan digunakan media Lactose Broth atau Buffered Pepton Water, walaupun kadang-kadang media ini belum tentu sesuai untuk semua jenis sampel.
Pada makanan kering seperti yeast dan susu bubuk, sampel hanya memerlukan rekonstitusi dalam air suling yang mengandung Brilliant Green. Sedangkan untuk sampel yang sangat berlemak seperti hasil olahan jeroan maka ke dalam media pra-pengkaya ditambahkan Tergitol 7 sehingga memudahkan dispersi lemak pada media.
Tahap isolasi
Setiap koloni atau galur mikroba yang akan diidentifikasi harus benar benar murni dan untuk mendapatkan biakan murni digunakan media selektif yang memungkinkan untuk isolasi koloni mikroba tersangka berdasarkan pada karakter biokimia dari mikroba yang akan mempengaruhi sifat pertumbuhan bakteri pada suatu media spesifik. Identitas mikroba dapat dilihat dari pembentukan koloni yang spesifik pada media. Saat ini, perkembangan metode pengujian cepat (rapid test) dengan menggunakan media selektif sudah makin berkembang dimana pada media sudah ditambahkan suatu indikator/ bahan kimia tertentu yang dapat menandai adanya hasil reaksi enzimatis sehingga terbetuk warna atau fluoresensi sehingga media tersebut lebih spesifik lagi (misalnya media kromokult dan fluorokult). Contohnya media fluorogenik untuk deteksi E.coli dan kromogenik untuk deteksi E.sakazakii yang sangat spesifik. Hal ini berdasarkan pada enzim yang berasal dari bakteri tersebut misalnya E . c o l i ( - D - galaktosidase) dengan
penambahan fluorogenic substrat 4-methylumbellliferyl—Dglucoronide akan suatu ikatan k o m p l e k s y a n g a k a n menghasilkan fluoresensi bila dilihat dibawah cahaya ultraviolet dan E.sakazakii (-Dglukosidase) dengan substrat 5- Bromo-4-choloro-3-indolyl--Dg
l u c o p y r a n o s i d e ) a k a n menghasilkan koloni dengan warna hijau torquise .