Rabu, 17 Juli 2013

Metode penyarian

Metode penyarian
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang dicari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut (Anonim, 1986).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000). Ada beberapa metode dasar ekstraksi yang dapat dipakai untuk penyarian yaitu metode infundasi, maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Pemilihan terhadap metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim,1986).

Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukandengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).

Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standardisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al., 2005).
Penggunaan cakram tunggal pada setiap antibiotik dengan standardisasi yang baik, bisa menentukan apakah bakteri peka atau resisten dengan cara membandingkan zona hambatan standar bagi obat yang sama. Daerah hambatan sekitar cakram yang berisi sejumlah tertentu antimikroba tidak mencerminkan kepekaan pada obat dengan konsentrasi yang sama per millimeter media, darah atau urin (Jawetz et al., 2005).

Uji aktivitas antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi. Penting sekali untuk menggunakan metode  standar untuk mengendalikan semua faktor yangmempengaruhi aktivitas antimikroba (Jawetz et al., 2005).

Antibiotik
Kata antibiotik diberikan pada produk metabolit yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu  mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain (Pelczar dan Chan, 1988). Mekanisme kerja sebagian besar obat antimikroba ataupun antibiotik dapat dibagi menjadi empat cara:
a.    Penghambatan sintesis dinding sel
b.    Penghambatan fungsi selaput sel
c.    Penghambatan sintesis protein (hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik)
d.    Penghambatan sintesis asam nukleat (Jawetz et al., 1996)
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba
a.    pH Lingkungan
b.    Komponen-komponen perbenihan
c.    Stabilitas obat
d.    Besarnya inokulum bakteri
e.    Masa pengeraman
f.     Aktivitas metabolik mikroorganisme (Jawetz et al., 1996)

Resistensi
Dalam pengobatan penyakit infeksi salah satu masalah sulit yang dihadapi kini adalah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan (Volk dan Wheeler, 1993). Berkembangnya resistensi terhadap obat-obatan hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang tak pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru. Resistensi terhadap obat pada suatu mikroorganisme dapat disebabkan oleh suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme itu sebelumnya atau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian (Pelczar dan Chan, 1988).
Mikroorganisme dapat memperlihatkan resistensi terhadap obat-obatan melalui berbagai mekanisme :
a.    Mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif.
b.    Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.
c.    Mikroorganisme mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap obat.
d.    Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme lain yang melalui jalan pintas reaksi yang dihambat oleh obat.
e.    Mikroorganisme membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahan tetapi enzim tersebut masih dapat menjalankan fungsi metabolismenya serta tidak begitu dipengaruhi oleh obat seperti enzim pada bakteri yang peka.  (Jawetz et al., 1996)

Penyebab terjadi resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama. Maka untuk mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang tepat (Wattimena et al., 1991).

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja, cara kerja dan ditentukan pula oleh konsentrasi hambat minimum (KHM). Konsentrasi Hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi minimum dari suatu zat yang mempunyai efek daya hambat pertumbuhan mikroorganisme. Penetapan KHM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (4) :
a) Cara cair
Pada cara ini digunakan media cair yang telah ditambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur dengan pengenceran tertentu kemudian diinokulasikan biakan bakteri atau jamur dalam jumlah yang sama. Respon zat uji ditandai dengan kejernihan atau kekeruhan pada tabung setelah diinkubasi.
b) Cara padat
Pada cara ini digunakan media padat yang telah dicampur dengan larutan zat uji dengan berbagai konsentrasi. Dengan cara ini satu cawan petri dapat digores lebih dari satu jenis mikroba untuk
memperoleh nilai KHM.

Parameter
Parameter pada kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf), merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Adapun rumusnya sebagai berikut:
 Rf
Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai yang berjangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal-pusat bercak dalam cm) × 10 menghasilkan angka hRf. Tetapi karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini harus dianggap petunjuk saja (Stahl, 1985).
Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.    Stuktur kimia senyawa, sifat penyerap dan derajat aktivitasnya
2.    Tebal tipisnya penyerap
3.    Sifat fase gerak
4.    Derajat kejenuhan bejana
5.    Jumlah cuplikan yang ditotolkan
6.    Suhu yang dapat mempengaruhi perubahan kompisisi pelarut
7.    Keseimbangan dalam bejana

            Penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Tahap penelitian ini dimulai dengan pengumpulan tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa), pencucian, penapisan fitokimia, isolasi biakan murni bakteri, pengujian Konsentrasi Hambat Minimum, pengujian aktivitas daya hambat bakteri dan kesetaraan ekstrak terhadap antibiotik pembanding.
            Batang tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa) kering dihaluskan menjadi serbuk, kemudian dimaserasi dengan etanol 95 % selama 3x24 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dan dilanjutkan dengan pemekatan hingga diperoleh ekstrak batang tanaman Sarang Semut. Sedangkan perasan dilakukan dengan perebusan batang tanaman Sarang Semut (Myrmecosia tuberosa) kering dengan 1 L air yang dipekatkan hingga menjadi 200 mL, selanjutnya diperas dan disaring.
Bakteri ditumbuhkan pada media agar miring dan diinkubasi pada suhu 370C. Kemudian pembuatan suspensi bakteri dengan menumbuhkan bakteri pada media cair Natrium Klorida fisiologis dan diinkubasi pada suhu 370C. Dari ekstrak dan air perasan yang diperoleh dilakukan pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) pada konsentrasi 0,15 g/ml, 0,16 g/ml, 0,17 g/ml, 0,18 g/ml, 0,19 g/ml, 0,20 g/ml, 0,21 g/ml, 0,22 g/ml, 0,23 g/ml, 0,24 g/ml dan 0,25 g/ml. ekstrak dicampur kemedia nutrient agar, didinginkan dan dibiarkan memadat, begitu juga untuk air rebusan. Selanjutnya media yang telah memadat digoreskan bakteri yang diambil 1 Ose dari suspensi bakteri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam untuk pengamatan aktivitas antibakteri tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa).
Pengujian aktivitas daya hambat batang tanaman Sarang Semut dilakukan pada konsentrasi 1 g/ml, 0,8 g/ml, 0,6 g/ml, 0,4 g/ml dan 0,2 g/ml. Sebanyak 200 µL masing-masing suspensi bakteri ditambahkan ke dalam 20 mL media Nutrien Agar (NA) untuk bakteri. Campuran diputar sampai homogen, didinginkan dan menjadi padat dalam cawan petri steril. Setelah itu dibuat sumur yang berdiameter ± 6 mm dengan menggunakan prevorator. Kemudian dimasukkan 50 µl masing-masing ekstrak uji kedalam sumur. Selanjutnya dilakukan prainkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam untuk bakteri, diameter hambat diamati setelah periode inkubasi. Penentuan kesetaraan ekstrak dengan antibiotik pembanding dilakukan dengan metode difusi agar dengan sumur dengan antibiotik tetrasiklin hidroklorida. Pengujian dilakukan pada berbagai konsentrasi antibiotik pembanding menggunakan pelarut yang sesuai seperti yang tertera dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Berdasarkan hasil pengukuran diameter hambat antibiotik, dibuat persamaan garis antara logaritma konsentrasi dengan diameter hambat. Persamaan yang diperoleh digunakan untuk melihat kesetaraan antara ekstrak uji dengan antibiotik pembanding. Pengujian aktivitas antibakteri juga dilakukan terhadap etanol untuk melihat pengaruh penggunaan etanol terhadap diameter hambat pada masing-masing bakteri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar ya.... ^-^