Rabu, 17 Juli 2013

Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Organisme yang hidup di alam memiliki tingkat dan jenis kepekaan yang berbeda-beda terhadap suatu rangsangan yang dilakukan. Setiap spesies yang satu dengan spesies yang lainnya akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap suatu rangsangan, hal ini berkaitan erat dengan habitat dan kebiasaan spesies tersebut. Adanya respon saat terjadinya suatu rangsangan ini merupakan salah satu cara mahkluk hidup mempertahankan diri terhadap rangsangan itu sendiri.
Pertahanan diri suatu jenis mahkluk hidup ini biasanya dilakukan dengan cara penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengalami rangsangan. Taksis merupakan salah saru respon sederhana dari tingkah laku hewan dalam proses penyesuaian diri. Praktikum ekologi hewan percobaan Tipe Respon Hewan dilakukan untuk melihat respon yang terjadi pada hewan tersebut saat diberikan suatu rangsangan. Pada praktikum ini sampel hewan uji yang digunakan adalah Pontoscolex corethurus dengan memberi rangsangan berupa fototaksis dan geotaksis. Pengamatan dilakukan untuk melihat apakah Pontoscolex corethurus  memberikan respon neganif atau respon positif terhadap rangsangan yang diberikan.

1.2  Permasalahn
Permasalah yang didapat pada praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan adalah:
1.      Bagaimana respon Pontoscolex corethurus terhadap rangsangan cahaya (fototaksis) yang diberikan?
2.      Bagaiman pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan Pontoscolex corethurus?
3.      Bagaimana pergerakan Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada wadah yang memiliki zona terang dan zona gelap?
1.3  Tujuan
Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan bertujuan:
1.      Untuk mengetahui respon Pontoscolex corethurus terhadap rangsangan cahaya (fototaksis).
2.      Untuk mengetahui pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan Pontoscolex corethurus.
3.      Untuk mengetahui pergerakan Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada wadah yang memiliki zona terang dan zona gelap.
1.4  Hipotesis
Praktikum ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan dengan permasalahan yang muncul dapat di ambil hipotesis sebagai berikut:
1.      Pontoscolex corethurus saat diberikan rangsangan cahaya (fototaksis) maka yang terjadi adalah respon negatif yaitu Pontoscolex corethurus akan bergerak menjauhi cahaya dan menuju ketempat gelap.
2.      Pontoscolex corethurus saat diberikan kemiringan sudut, semakin tinggi kemiringan maka pergerakannya akan semakin lambat.
3.      Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada wadah yang memiloki bagian terang dan bagian gelap maka Pontoscolex corethurus akan bergerak menuju bagian gelap.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksis
            Ilmu yang mempelajari tentang pola perilaku hewan disebut ethologi. Perilaku pada hewan dapat dibagi kedalam tiga unsur yaitu tropisme, taksis, refleksi, insting, belajar dan menalar. Taksis adalah sumber rangsangan. Misalnya fototaksis merupakan rangsangan yang berasal dari sumber cahaya (Hasan dan Widipanestu, 2000).
            Suatu rangsangan tingkah laku (iritabilitas) suatu organisme disebut juga daya menanggapi rangsangan. Daya ini memungkinkan organisme menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya. Pada beberapa organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-organ yang berdiferensiasi khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap rangsangan disebut refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan rangsangan akan bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan.
            Taksis adalah suatu gerakan hewan menuju atau menjauhi suatu rangsangan yang terjadi. Taksis dibagi menjadi dua berdasarkan arah orientasi dan pergerakan, yaitu taksis positif dan taksis negatif. Taksis menurut macam rangsangannya juga dibedakan menjadi fototaksis (rangsangan cahaya), rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis (rangsangan terhadap bahan kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan tempat) (Michael, 1994):
1.      Fototaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan dari sumber cahanya.
2.      Rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air pada suatu tempat.
3.      Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat.
4.      Kemotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya zat kimia.
Suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi adalah menjauhi rangsangan (Virgianti, 2005).
Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, syarat diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor itulah yang sebenarnya melakukan aksi. Perilaku dapat juga terjadi sebagai akibat stimulus dari dalam. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dalam (Kimball, 1992).
Taksis adalah suatu bentuk sederhana dari respon hewan terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada sudut tertentu terhadapnya atau dalam proses penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungannya (Suin, 1989).
2.2 Cacing Tanah
            Cacing tanah menyukai lingkungan yang lembab dengan bahan organik yang berlimpahan dan banyak banyak kalsium yang tersedia. Akibatnya, cacing tanah terdapat paling melimpah dalam tanah berstruktur halus dan kaya bahan organik dan tidak terlalu asam. Cacing tanah pada umumnya membuat liang dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang terdapat didalam tanah (Nurdin, 1997).
            Perilaku cacing tanah dengan membuat liang yang dangkal merupakan respon terhadap rangsang cahaya. Kelangsungan hidup suatu mahkluk hidup tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi rangsang dan bagaimana organisme (cacing tanah) tersebut menyesuaikan diri terhadap lingkungannya (Odum, 1993).
            Secara sistematis, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oelh segmen-segmen (Norafiah,2005). Pontoscolex corethurus mempunyai mukus yang dikeluarkan oleh usus sebanyak 16 % perberat kering  tubuh yang dapat menstimulasi pertumbuhan mikroflora sehingga dapat mendegradasi materi organik tanah menjadi bentuk yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Berdasarkan penelitian, inokulasi cacing tanah Pontoscolex corethurus dapat memperbaiki kondisi fisika dan kimia tanah yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas, porositas serta kandungan unsur hara tanah (Adianto, 2004).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1  Alat dan Bahan
            Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan menggunakan alat-alat yaitu wadah dengan dua zona (zona terang dan zona gelap), senter, kertas penutup dan alat geotaksis.
            Bahan-bahan yang digunan pada praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan  adalah Pontoscolex corethurus, kertas dan air secukupnya.
3.2    Cara Kerja
3.2.1        Fototaksis
Bak (wadah) yang disediakan merupakan bak yang memiliki dua zona (zona terang dan zona gelap), zona gelap ditutupi dengan kertas penutup, kemudian diletakkan 5 ekor Pontoscolex corethurus secara bersamaan kemudian disinari dengan menggunakan senter. Kemudian diamati pergerakan Pontoscolex corethurus dan dicatat waktu yang diperlukan masing-masing Pontoscolex corethurus untuk sampai pada zona gelap.
3.2.2        Geotaksis
Pontoscolex corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan mengarah keatas pada suatu bidang miring (alat geotaksis), kemudian diamati pergerakan  Pontoscolex corethurus serta waktu yang diperlukan untuk masing-masing Pontoscolex corethurus untuk sampai pada batas atas alat geotaksis. Perlakuan ini juga diberikan dengan mengubah kemiringan sudut dari 30o, 50o dan 70o, selain mengarah keatas, perlakuan ini juga dilakukan dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus kearah bawah.
3.2.3        Pergerakan Pontoscolex corethurus
Pontoscolex corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan kedalam wadah dengan dua zona (zona terang dan zona gelap), Pontoscolex corethurus diletakkan dizona terang demana sebelumnya wadah telah ditaburi tepung, diamati pergerakannya dan digambar. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali dengan lama waktu setiap percobaan 10 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil
4.1.1        Fototaksis
No
Pontoscolex corethurus
Waktu
1
Pontoscolex corethurus 1
1 : 23
2
Pontoscolex corethurus 2
1 : 29
3
Pontoscolex corethurus 3
1 : 32
4
Pontoscolex corethurus 4
3 : 12
5
Pontoscolex corethurus 5
3 : 22

4.1.2        Geotaksis
4.1.2.1       Geotaksis ke Arah Atas
Pontoscolex corethurus
Waktu (detik)
30o
50o
70o
1
1,45
1,24
3,09
2
1,31
1
0,79
3
6,24
1,58
5,27
4
1,99
2,59
4,55
5
0,57
2,31
3,38
6
3,97
3,75
5,1

4.1.2.2       Geotaksis ke Arah Bawah
Pontoscolex corethurus
Waktu (detik)
30o
50o
70o
1
1,33
0,37
0,31
2
0,47
0,43
0,93
3
2,40
3,1
3,59
4
2,53
1,29
1,68
5
0,45
0,51
0,36
6
1,87
2,59
1,13


4.2    Pembahasan
4.2.1        Fototaksis
Respon yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi rangsangan cahaya yaitu negatif. Hal ini karena masing-masing Pontoscolex corethurus bergerak menjauhi cahaya dan menuju  kezona gelap. Orientasi negatif Pontoscolex corethurus ini menunjukkan bahwa pernyataan Soetjipta (1993) adalah sesuai, bahwa cacing tanah yang terkena cahaya menerima energi panas secara langsung. Hal ini akan menyebabkan cacing tanah bergerak menjauhi cahaya, oleh sebab itulah cacing tanah, dalam hal ini Pontoscolex corethurus lebih menyukai tempat yang lembab dan terlindung dari cahaya.
            Orientasi masing-masing Pontoscolex corethurus tidaklah terjadi dalam waktu yang bersamaan. Hal ini dikarenakan meskipun telah dipilih Pontoscolex corethurus yang memiliki ukuran yang sama ukurannya, namun kemampuan masing-masing Pontoscolex corethurus untuk bereaksi dan bergerak tidaklah sama. Waktu yang diperlukan masing-masing Pontoscolex corethurus yang diuju berbeda-beda, yaitu; Pontoscolex corethurus 1 selama 1 menit 23 detik, Pontoscolex corethurus 2 selama 1 menit 29 detik, Pontoscolex corethurus 3 selama 1 menit 32 detik, Pontoscolex corethurus 4 selama 3 menit 12 detik dan Pontoscolex corethurus 5 selama 3 menit 22 detik. Jadi waktu rata-rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus adalah 2 menit 32 detik.
4.2.2        Geotaksis
Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang mengarah keatas dilakukan dengan kemiringan sudut yang berbeda yaitu 30o, 50o dan 70o. Pada kemiringan 30o kecepatan rata-rata Pontoscolex corethurus untuk mencapai puncak alat geotaksis adalah 2,535 menit. Kemiringan 50o kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk mencapai puncak alat geotaksis adalah 2,078 menit, dan terakhir pada kemiringan 70o kecepatan rata-rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk mencapai puncak alat geotaksis adalah 4, 9 menit.
            Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang mengarah ke bawah juga dilakukan dengan menggunakan beberapa bentuk kemiringan sudut yaitu 30, 50 dan 70. Pada kemiringan 30 kecepatan rata-rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk sampai kebawah adalah 1,5 menit. Kemiringan 50 kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai kebawah adalah 1,38 menit. Sedangkan pada kemiringan 70 kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai kebawah adalah 1,26.
            Dua perlakuan percobaan geotaksis ini menunjukkan beberapa respon yang terjadi pada  Pontoscolex corethurus. Pada percobaan geotaksis dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus kearah atas disimpulkan bahwa semakin kecil sudut kemiringan maka Pontoscolex corethurus dapat bergerak semakin lambat sehingga waktu yang diperlukan juga semakin lama. Hal ini juga berlaku untuk percobaan geotaksis dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus  kearah bawah, diketahui bahwa semakin tinggi sudut kemiringan Pontoscolex corethurus akan semakin singkat. Kedua perlakuan ini menunjukkan bahwa orientasi Pontoscolex corethurus lebih cepat jika sudut kemiringan kecil dan arah pergerakan kebawah.
1.3.3        Arah Pergerakan Pontoscolex corethurus
Percobaan arah pergerakan Pontoscolex corethurus digunakan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang diletakkan kedalam wadah dengan dua zona, yaitu zona terang dan zona gelap. Pontoscolex corethurus diletakkan dizona terang. Pengamatan dilakukan selama 10 menit dengan 3 kali pengulangan. Dari ketiga kali pengulangan percobaan yang dilakukan diketahui bahwa arah pergerakan Pontoscolex corethurus menuju ke zona gelap. Namun waktu yang diperlukan oleh masing-masing Pontoscolex corethurus berbeda-beda dan lebih lambat jika dibandingkan dengan diberinya rangangan berupa cahaya.

BAB V
KESIMPULAN
Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan dengan sampel uji Pontoscolex corethurus telah diberi perlakuan dengan rangsangan terhadap cahaya (fototaksis), terhadap kemiringan tempat (geotaksis) dan arah pergerakan, sehingga dari percobaan dapat disimpulkan:
1.      Orientasi yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi rangsangan terhadap sumber cahaya adalah negatif yaitu menjauhi rangsangan.
2.      Orientasi yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi perlakuan dengan kemiringan tempat adalah respon negatif dimana semakin tinggi sudut kemiringan maka waktu yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai keatas semakin lama begitu juga sebaliknya.
3.      Arah pergerakan Pontoscolex corethurus telah membuktikan bahwa Pontoscolex corethurus lebih menyukai habitat yang gelap karena pada percobaan Pontoscolex corethurus menuju ke zona gelap didalam wadah.

DAFTAR PUSTAKA
Adianto, 2004, Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethurus) Er Mull Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna raelata) Varietas Walet, Jurnal Matematika dan Sains, 20 oktober 2010.
Hanafiah, K., 2005, Biologi Tanah: Ekologi dan Mikrobiologi Tanah, Raja Grafindo Denada, Jakarta.
Hasan, A. Dan I. Widipangestu, 2000, Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jabar, Jurnal Ekologi dan Perikanan, 20 oktober 2010.
Kimball, J. 1983, Biologi, Edisi kelima, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Michael, P., 1994, Metode Penelitian untuk Ekologi Penelitian Ladang dan Laboratorium, UI Press, Jakarta.
Odum, Eugene, 1993, Dasar-dasar Ekologi, Edisi ketiga, UGM, Yogyakarta
Suin, N.M., 1989, Ekologi Hewan Tanah, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati, ITB, Bandung.

Virgianti, D.P. dan Hana A. P., 2005, Perdedahan Morsin Terhadap Perilaku Massa Prasapih Mencit, FMIPA, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar ya.... ^-^